• Skip to primary navigation
  • Skip to content
  • Skip to primary sidebar

Donny Verdian (DV)

Superblogger Indonesia

  • Tentang DV
  • Indonesia
  • Australia
  • Kabar Baik
Anda di sini: Beranda / Cetusan / Australia / Vakansi ke Canberra: Menjadi Gulliver di Cockington Gardens (6)

Vakansi ke Canberra: Menjadi Gulliver di Cockington Gardens (6)

Dipublikasikan pada 14 Juli 2011

secepatnya mon
Tulisan ini adalah rangkaian dari serial tulisan 'Vakansi ke Canberra'. Untuk menyimak selengkapnya, klik di sini.

Kalian pernah membaca cerita Gulliver’s Travels atau barangkali beberapa sudah menonton filmnya, karena cerita lawas ini telah diangkat ke layar lebar tahun lalu dengan adaptasi setting serta cerita yang habis-habisan bedanya dibanding cerita asal yang dirilis tahun 1726, alias 285 tahun silam (OMAIGAT! bahkan Pangeran Diponegoro pun belum lahir!)

Membayangkan menjadi seorang Lemuel Gulliver adalah sesuatu yang bagiku sungguh menyenangkan. Ia seorang manusia biasa yang pada akhirnya dianggap raksasa karena terdampar di sebuah negeri mungil dengan penduduk dan infrastruktur yang kerdil.

*    *    *

Gerbang Cockington Green Gardens

Minggu, 12 Juni 2011.
Meski udara tak secerah hari sebelumnya, tapi hari itu adalah hari terakhir acara liburan kami ke Canberra. Oleh karena itu, sejak pukul 09.00 pagi kami telah checkout dari hotel untuk menuntaskan hari itu dengan tujuan supaya sebanyak mungkin obyek wisata yang bisa kami nikmati di ibukota Australia ini.

Awalnya kami ingin mengunjungi The Australian War Memorial yang batal kami kunjungi sore sebelumnya. Namun karena satu dan lain hal, akhirnya kami sepakat untuk tidak mengunjungi museum perang itu pada liburan kali ini. Sebagai gantinya, kami langsung menuju ke Cockington Green Gardens, sebuah taman yang memuat miniatur banyak tempat menarik dari berbagai negara di dunia.

Letak Cockington sendiri agak jauh, sekitar 15 menit perjalanan dari pusat kota Canberra, tepatnya berada di daerah Nicholls, ACT. Namun meski demikian, jarak ternyata tak membuat antusias pengunjung untuk datang terbukti dari ramainya areal parkir yang disediakan dan kami membutuhkan waktu beberapa lama untuk pada akhirnya mendapatkan tempat parkir.

Cockington dibangun oleh Doug dan Brenda Sarah pada 1979 dan hingga kini dioperasikan oleh empat generasi keturunan dari sebuah keluarga, jadi ia dimiliki oleh perseorangan bukannya milik pemerintah. Namun meski demikian (atau justru ‘oleh karena itu‘) Cockington tak lantas menjadi museum yang tak berkembang. Sebaliknya keseriusan pemeliharaan Cockington tampak menonjol dilihat dari terjaganya kualitas miniatur, kebersihan dan perawatan tanaman-tanaman pendukung di sekitarnya.

Secara garis besar, museum Cockington terbagi atas dua bagian besar. Original Area dan International Area.

Pada bagian Original Area, kita bisa menyaksikan banyak miniatur tempat-tempat menarik di Great Britain, yang konon ada karena terinspirasi bentuk-bentuk bangunan selama kunjungan Doug dan Brenda ke UK pada awal dekade 70-an. Atas alasan itu pulalah maka Cockington dibangun.

Sementara itu, pada bagian International Area yang diisi sejak tahun 1998, kita bisa menyaksikan 31 bangunan dari 31 negara di dunia yang terpilih. Uniknya, meski telah dieskpose sedemikian banyak di Original Area, Great Britain mendapat jatah pula pada International Area ini dengan menampilkan Lynton and Lynmouth Cliff Railway, sebuah rel kereta api kuno yang dioperasikan sejak 1890 antara Lynton dengan Lynmouth.

DV di depan miniatur Borobudur

Bagian yang menarik dari tulisan ini kupikir adalah terkait dengan fakta yang akan kuceritakan berikut ini.
Dari 31 negara yang ada, Indonesia dengan Candi Borobudurnya berada tepat di baris pertama dari arah pintu masuk International Area!
Kabar yang menarik bukan?

Penampilan Candi Borobudur di Cockington memiliki ratio ukuran 1 – 100 dari bentuk aslinya, dibangun oleh Wahyu Indrasan dan Lukito disponsori oleh Kedutaan Besar Indonesia untuk Australia serta mendapat dukungan penuh dari maskapai nasional kita, Garuda Indonesia.

“Dari 31 negara yang ada, Indonesia dengan Candi Borobudurnya berada tepat di baris pertama dari arah pintu masuk International Area!”

Namun sayangnya, dibandingkan dengan beberapa miniatur lainnya, keberadaan miniatur Candi Borobudur kurang menonjol dari sisi optimalisasi lahan. Harusnya, modal posisi yang ada di baris pertama bisa didukung dengan menghadirkan Candi Borobudur komplit dengan miniatur lingkungan sekitarnya ketimbang hanya menghadirkan bangunan candinya saja beserta selembar bendera merah putih mini yang ditancapkan tak jauh dari plakat keterangan miniatur.

Andai aku adalah orang yang memiliki kuasa untuk mengubah miniatur itu, aku tak kan lupa untuk menghadirkan pemandangan sekeliling Borobudur yaitu Gunung Merapi serta Merbabu, Sindoro juga Sumbing. Hal ini penting menurutku, untuk memberi gambaran lebih lengkap tentang Candi Borobudur yang tak hanya indah karena bangunannya saja namun juga lingkungan sekitar yang melingkupinya.

Nah, kalian penasaran seperti apa pemandangan di sisi International Area-nya Cockington Green Garden? Silakan klik foto-foto di bawah ini untuk ukuran lebih besar.

Selain Original Area dan International Area, Cockington Green Gardens juga menyediakan areal permainan bagi anak-anak, kereta dengan track mini yang bisa mengantar kita mengitari Cockington secara keseluruhan serta sebuah kafe bernuansa Eropa dua abad silam yang pada akhirnya menjadi tempat singgah terakhir bagi kami siang itu.

Ditemani secangkir kopi dan sepotong Chocolate Croissant kesukaanku, pagi itu berlalu dengan indahnya. Usai sudah keterdamparanku menjadi seorang Gulliver di taman miniatur nan indah berlabel Cockington Green Gardens ini.

Yang depan miniatur, yang belakang aslinya!

Bersambung…

Bagikan tulisan ini:

  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
  • Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
  • Klik untuk berbagi via Google+(Membuka di jendela yang baru)
  • Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)
  • Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru)
  • Klik untuk mengirim ini lewat surel kepada seorang teman(Membuka di jendela yang baru)

Beberapa tulisan terkait:

Ditempatkan di bawah: Australia, Cetusan, Vakansi canberra 2011Ditag dengan:vakansi canberra 2011

Tentang DV

DV, Superblogger Indonesia. Ngeblog sejak Februari 2002, bertahan hingga kini. Baca profil selengkapnya di sini

Dapatkan update terbaru blog ini melalui email Anda!

Reader Interactions

Komentar

  1. giewahyudi mengatakan

    14 Juli 2011 pada 5:17 pm

    Lha sejak kapan borobudur dipindahin ke Canberra?
    Trus sejak kapan Mbah DV jadi raksasa?
    *efek lapar*

    Balas
  2. krismariana mengatakan

    14 Juli 2011 pada 10:10 pm

    Ya, Borobudur itu yg bikin cantik juga pemandangan di sekitarnya. Turun sedikit ketemu tahu kupat… haha! Makan melulu yg dipikir :p

    Balas
  3. boyin mengatakan

    15 Juli 2011 pada 6:54 pm

    Donn…adik iparku minggu kemarin baru dapet scholarship di sydney…tapi kurang jelas tinggal di daerah mana…mudah2an kalo dapet rejeki mau ajak keluarga dan ortu ke sydney ah….kasi info hotel murmer yah…haaa…

    Balas
  4. edratna mengatakan

    16 Juli 2011 pada 5:29 pm

    Donny sekarang jadi raksasa ya…dekat miniatur Borobudur….

    Saya dulu suka nonton film Gulliver sambil menemani anak-anak saat masih kecil

    Balas
  5. niee mengatakan

    17 Juli 2011 pada 3:46 pm

    ini seperti museum yang ada di Belanda yak.. keren.. :)

    Balas
  6. Kaget mengatakan

    17 Juli 2011 pada 9:53 pm

    Ada rasa kebanggan tersendiri kalau warisan kita menjadi penyambut di pintu masuk. Itu bendera mas DV yang tancep ya? :)

    Balas
  7. Tuti Nonka mengatakan

    18 Juli 2011 pada 4:20 am

    Miniatur Borobudur itu berapa dimensinya? Kayaknya kok kecil banget :( . Jadi hilang keanggunan dan kemegahannya, karena jadi kelihatan seperti mainan saja … hiks …

    Balas
  8. zee mengatakan

    18 Juli 2011 pada 12:16 pm

    Don. Maksud foto terakhir itu, yg depan miniatur, belakangnya aslinya. Kayaknya kok sama gedenya ya.
    Dan menurutku, lahan Borobudur kecik itu memang tidak optimal. Jadi kayak biasa aja gitu…

    Balas
  9. Gift mengatakan

    18 Juli 2011 pada 3:48 pm

    KOta yang indah

    Balas
  10. mascayo mengatakan

    19 Juli 2011 pada 12:20 pm

    saya masih penasaran dengan kotak disamping bendera itu mas,
    kui opo yo?

    Balas

Tulis Komentar Batalkan balasan

Sidebar Utama

Tulisan-tulisan terbaru

  • Bukan sales agama, kita ini pengabar kasih-Nya 26 April 2018
  • Menulis renungan Kabar Baik, memilih jalur sunyi 25 April 2018
  • Para pemimpin dan baliho-balihonya 24 April 2018
  • #2019 Tetap Memilih 23 April 2018
  • Sisi-sisi wajahNya 22 April 2018
  • Ketika satu per satu dari mereka meninggalkan Gereja… 21 April 2018
  • Apa kaitannya antara lagu Bintang Kehidupan dengan listrik yang kerap padam? 20 April 2018
  • Kenapa orang Katolik makan tubuh dan minum darah Tuhannya? 20 April 2018
  • Menawarkan ‘Roti Hidup’ 19 April 2018
  • Sebatang payung dan sekeping kepercayaan 18 April 2018
  • Depan
  • Peta Situs
  • Kontak
  • Pengakuan

Dibangun dan dipelihara oleh Donny Verdian sejak 2002. Ikuti laman facebook DV.FYI.

loading Batal
Tulisan tidak terkirim - cek alamat surel Anda!
Cek surel gagal, silahkan coba kembali
Maaf, blog Anda tidak dapat berbagi tulisan lewat surel.