Yesus ditolak di tempat asalNya. Ia diremehkan.
Kenapa? Istilah kerennya, para tetanggaNya itu ‘memframing’ Yesus sebagai ‘Anak Maria’ dan ‘Anak Yusuf’.
Niat mereka menurutku belum tentu jahat. Karena mereka kenal Yesus sejak kecil sehingga ketika Ia datang dan membuat mukjizat serta mengajar dengan begitu dahsyat, orang-orang tak percaya dan bertanya, “Darimana diperolehNya semuanya itu?” (Markus 6:2)
Diremehkan
Pagi ini aku ingin menyemangati kalian yang mungkin pernah atau sedang merasakan hal yang sama. Diremehkan hanya karena mereka tahu latar belakang kita.
Akupun pernah ‘dibegitukan’ kok.
Ceritanya awal 2000an dulu, bersama kawan-kawan di Jogja aku membuat online media yang mengupas kota Jogja. Waktu itu persaingan dalam hal seperti itu masih sedikit dan social media belum muncul. Karena konsistensi dan kualitas informasi yang kami bawa, beberapa kali aku diundang jadi pembicara di seminar-seminar lokal, siaran radio maupun televisi meski hanya di tingkat Jogja saja.
Suatu waktu, saat aku ‘masuk tivi’, kedua orangtuaku, alm. Papa dan almh. Mama mengumumkan hal itu dengan bangga kepada para tetangga. Tapi kebanyakan dari mereka ternyata tidak menonton siaran. Kenapa? Ya karena aku dianggap anak kemarin sore hingga muncul komentar-komentar seperti, “Waktu kecil Donny itu yang nyuapin ya aku… mosok aku harus nonton dia? Nanti aja kalau pulang kupanggil kemari dan kuminta untuk bercerita lengkap!” Bayangkan kalau yang bicara adalah orang lain atau orang asing yang tak mereka kenal?
Jangan kecil hati hanya karena tingkah seperti itu! Lebih baik dipahami saja bahwa itu adalah sisi manusiawi yang spontan muncul. Tak perlu juga kita berjuang terlalu keras supaya diterima oleh para tetangga karena mereka hanya segelintir dan masih berlipat-lipat banyaknya di luar sana.
Meremehkan
Tapi meski pernah diremehkan sejatinya aku juga lebih kerap meremehkan orang lain dengan alasan yang sama, “Ah itu kan anaknya si A? Kok bisa-bisanya dia begitu sih?” atau, “Ah, dia kan adik kelasku jauh di bawah… masa dia mau datang dan mengajariku?”
Ketika kita diremehkan, doakanlah mereka supaya pandangannya terbuka!
Ketika kita meremehkan?
Berdoalah untuk diri sendiri. Meremehkan adalah pengejawantahan watak sombong! Ketika meremehkan yang sebenarnya rugi adalah diri kita sendiri karena mata, telinga dan hati tertutup dibuatnya.
Padahal kita tak tahu, meski adik kelas, meski anak teman, tapi barangkali apa yang mereka utarakan adalah lebih benar dari kebenaran yang kamu yakini selama ini?
Dan yang lebih parah lagi, mari kembali pada konteks Kabar Baik hari ini.
Ia tidak dapat mengadakan satu mujizatpun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka. (Markus 6:5)
Aku terkesima dengan cara Markus menulis, “Ia tidak dapat mengadakan satu mujizat pun di sana” Ada apakah gerangan denganNya sehingga tidak dapat mengadakan satu mukjizat pun?
Bukan Dia, tapi kita yang kurang percaya. Berkali-kali Yesus bilang, imanmu menyelamatkan/menyembuhkanmu.
Maka percayalah meski untuk itu sejatinya tak kan pernah mudah!
Sydney, 6 Februari 2019
Ndak, aku ndak meremehkan dirimu. Justru sebaliknya. Meski gak pernah ketemu tapi selalu aura positip sing tak rasakan dari dirimu. Btw, salut awakmu tep jik ngeblok. Nek aku semangate sing isih, nulise gahogahan. ;D
Salam persahablogan,
@adiwkf
Wah, nuwun… angin apa yg membawamu mampir kemari lagi, Bro?
Semangat pokokmen!