Hari ini, Yesus dengan tegas bilang, “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.” (lih. Mat 7:1) Kita dilarang untuk menghakimi orang lain supaya kita tidak dihakimi.
Lalu bagaimana sih menghakimi itu? Intinya ya bertindak seperti Tuhan karena hanya Ia yang berhak menghakimi.
Ada seorang yang bertattoo, berbadan kekar dan berwajah garang mendekat kepadamu. Kamu lantas berbisik pada kawan di sebelah, “Ati-ati dompet, Bro! Ada copet!” Kamu menghakimi! Tak semua orang yang bertattoo, kekar dan garang itu copet! Ada juga yang lembut hatinya lho! :)
Ada tetangga mendadak kaya kita langsung menuduh kekayaan itu hasil korupsi. Sekali lagi, kamu menghakimi! Siapa tahu ia baru saja menang lotre? Siapa tahu ia baru saja mendapatkan tanah warisan yang lantas dijualnya?
Tapi bagaimana ketika ada orang yang rajin ke gereja, tutur katanya halus tapi ternyata ia menghamili anak kawan dekatnya? “Ah, itu nggak mungkin! Dia kan orang alim!” Kalau begitu sikapmu, menurutku kamupun sedang menghakimi!
Lalu gimana dong? Bingung, kan? Begini salah, begitu juga salah! Beberapa kalangan akhirnya memilih diam. Ketika ada yang salah? Diam! Ketika ada yang benar? Diam!
Diam karena takut! Diam yang cari selamat padahal tak semua jalur keselamatan ditentukan oleh diam!
Aku punya jurus yang semoga jitu untuk memecahkan kebuntuan ini.
Mula-mula, mari ikuti apa kata Paulus. Dalam suratnya kepada umat di Filipi ia mengajak kita untuk selalu taat dan mengerjakan keselamatan kita (lih. Filipi 2:12) Jadi, mari kita fokus pada hal tersebut.
Fokus pada keselamatan bukan berarti kita cuek pada lingkungan karena keselamatan yang disyaratkan Tuhan juga menyangkut pada bagaimana kita peduli pada orang-orang di sekitar.
Fokus keselamatan lebih diartikan sebagai, kalau satu hal yang kita kerjakan tak menambahkan satu nilai selamat ya nggak usah dilakukan.Dalam konteks menghakimi, karena rentannya kita untuk melakukan penghakiman, kenapa kita tak memilih sikap begini, “Terserah apa yang kalian kerjakan tapi kalau kalian memerlukan bantuan termasuk bantuan untuk memberikan penilaian tentang benar-salahnya apa yang kamu pilih, aku siap membantu!”
Dalam konteks seperti ini, ketika akhirnya ia meminta kita bantuan untuk memberikan pendapat ‘benar-salah’ kita tidak sedang menghakimi. Kita justru sedang menolong dengan memberikan pendapat sebenar-benarnya yang kita tahu. Masalah hasil akhir apakah ia nurut atau tidak, terserah mereka.
Berikutnya, sebagai warga negara yang baik, kita ikuti saja aturan hukum yang berlaku.
Apa hubungannya dengan menghakimi?
Begini. Kamu melihat ada seorang yang dikejar-kejar karena diteriakin copet. Sebagai warga yang mudah menghakimi, kamu tinggal ikut-ikutan teriak copet dan ikut-ikutan mengejar dan kalau bisa ikut mukulin. Pilihan sebagai warga yang baik dan tidak menghakimi, ketika melihat hal seperti itu, yang perlu dilakukan adalah menelpon pihak yang berwajib dan jangan ikut-ikutan teriak apalagi ngejar dan mukulin.
Menyerahkan pada yang berwajib adalah cara ampuh untuk menyerahkan yang bersangkutan pada pihak yang lebih jernih dan lebih berhak untuk menangani perkara hukum seseorang ketimbang kita.
Tapi kalau kita serahkan ke polisi akhirnya juga dilepas dan gak diproses, Don!
Nah! Lihatlah, belum-belum kamu juga sudah menghakimi para polisi sedemikian dalam dan salahnya?
Sydney, 25 Juni 2018
Tinggalkan Balasan