Ada sekitar delapan warung kopi (coffee shop) tersebar di kompleks kantor tempatku bekerja. What? Delapan?! Banyak sekali!!! Kantorku adalah kantor pusat salah satu perusahaan IT/telco terbesar di Australia, memiliki tujuh gedung bertingkat (tower) yang berada di satu kawasan lembah dan memiliki kultur ‘ngopi’ yang kuat sekali di antara para pekerjanya. Tapi aku tak hendak ngomongin […]
Arsip untuk Januari 2014
Resolusi, apa resolusimu?
Bicara soal resolusi tahun baru, 2014 ini aku memilih hal-hal yang sederhana saja. Bukannya takut tak tercapai lalu kecewa kalau aku memilih yang besar dan bombastis, bukan pula karena malu kalau gawal melakukannya tapi lebih pada pemikiran bahwa resolusi itu seperti impian, yang terpenting adalah bagaimana mewujudkannya. Resolusi pertamaku adalah aku melarang diriku untuk menggunakan […]
Anomali itu bernama changing room
Rabu siang yang lengas di selatan Jakarta. Hari itu Natal tahun 2013. Setelah mengikuti perayaan ekaristi di gerejanya Santo Stefanus di Cilandak, kami sekeluarga makan siang di sebuah pusat perbelanjaan yang megah. Sejak dalam perjalanan kami telah mendiskusikan tentang makan apa dan dimana, jadi ketika sampai di lobby kami langsung menuju ke sebuah restaurant berkonsep […]
Bapaknya bule ya?
Waktu menunggu (alm) Papa Mertua sakit di salah satu rumah sakit di Jakarta selama kurang lebih dua minggu Desember silam, aku sering diberi tugas istriku untuk membawa anak-anak, Odilia dan Elodia, muter-muter di atas baby stroller di lobby rumah sakit supaya mereka tidur siang barang satu atau dua jam. Ada banyak pengalaman menarik terkait dengan […]
Yogyakarta (4 – habis)
Aku sering ditanya kawan-kawan yang penasaran ingin tahu berapa lama waktu yang kubutuhkan dulu untuk akhirnya aku bisa tak terlalu kangen Jogja ketika pertama kali pindah ke Australia. “Tiga!” “Hah? Tiga hari? Boong!” mata kawanku tadi membelalak tak percaya. Aku mengangguk tapi lantas menggeleng untuk tuduhan bohongnya. “Kamu kan cinta mati pada Jogja, kok bisa cuma […]
Yogyakarta (3)
Ketika orang Jogja sendiri banyak memelesetkan slogan kota “Yogyakarta berhati nyaman” menjadi “Yogyakarta berhenti nyaman”, aku berpikir bahwa itulah akhir dari Jogja. Ternyata tak perlu gempa sebesar atau lebih dari apa yang pernah terjadi Mei 2006 silam dan tak juga butuh jilatan asap wedhus gembel Merapi menyentuh kota, cukup dengan koor ‘berhenti nyaman’ memenuhi timeline […]